Pasca Lebaran, Sudah 2.000 Perantau Masuk Cikarang
CIKARANG- BUPATEN- Kabupaten Bekasi menjadi salah satu kabupaten tujuan favorit perantau mengadu nasib. Usai liburan seperti saat ini, menjadi momentum para perantau datang ke Bekasi. Tercatat, hingga Minggu (8/5) kemarin, sudah 2.000 warga luar daerah datang ke Bekasi melalui terminal Bekasi dan Kalijaya, Cikarang Barat Para pendatang baru ini turun dari bis asal Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan dari kota-kota di Pulau Sumatera. “Ada sekitar dua ribuan dan itu bukan saja pendatang baru, tetapi kerabat yang ikut karena masih liburan,†ujar Hudaya, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bekasi. Seperti tahun sebelumnya pendatang baru akan mencoba peruntungan nasib bekerja di berbagai sektor, baik informal, seperti pedagang kaki-5, usaha warung makan dan sejenisnya. Sedangkan yang nonformal memiliki skill dan pendidikan cukup mencoba bersaing dalam dunia industri, menjadi pekerja pabrik. Di Kabupaten Bekasi ada 10 kawasan industri yang terbangun dengan luas lahan kawasan mencapai 9.496 Ha dan ini masih menjadi incaran para pendatang baru untuk mengadu nasib dan peruntungan. Ke-10 kawasan industri itu; Jababeka, MM2100 ,Industrial Town BFIE, Greenland International Industrial Center (GIIC), Lippo Cikarang, Delta Mas. Kawasan Industri Marunda Center, East Jakarta Industrial Park (EJIP), Kawasan Industri Terpadu Indonesia China, Bekasi International Industrial Estate, dan terakhir adalah Kawasan Industri Gobel dengan luas lahan 54 Ha. Sementara itu Hudaya mengatakan, saat ini Bekasi menjadi tujuan utama dan bukan limpasan lagi. Kepada awak media, Hudaya mengatakan, dari aspek kependudukan pemerintah daerah dalam hal ini melalui Disdukcapil tidak boleh melarang penduduk untuk datang ke Kabupaten Bekasi. “Karena perpindahan penduduk merupakan hak dari penduduk itu sendiri, pemerintah tidak boleh melarang penduduk untuk pindah domisili,†kata Hudaya. “Jangan sampai penduduk yang pindah datang justru menambah angka pengangguran yang ada, dan kami dari Disdukcapil berharap kepindahan penduduk tersebut diurus secara administrasi kependudukannya,†timpalnya. Sebelumnya, Camat Tambun Selatan Junaefi mengimbau kepada pendatang baru untuk tetap melaporkan diri ke RT dan RW, apabila hendak menetap sementara saat mencari kerja. Terlebih lagi, terdapat banyak kontarakan dan kosan yang berlokasi di wilayah Tambun Selatan "Prinsipnya dari kami sebagai pemerintah di kecamatan, yang penting kalau bisa warga baru itu lapor ke RT dan RW," ungkap Junaefi saat dikonfirmasi, Rabu (4/5). Hal itu dimaksudkan agar pengurus RT dan RW mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh para warga baru yang mendatangi Tambun Selatan. "Kan banyak kepentingannya, ada yang mau jualan, ada yang mau cari kerja, silahkan saja, kami tidak melarang," katanya. Sementara itu, Camat Cibitung Encun Sunarto juga mengharapkan hal yang serupa kepada pendatang baru. Bagi mereka yang berencana tinggal lebih dari 1x24 jam diimbau melaporkan diri. "Kami kan tidak bisa melarang masyarakat kalau mau datang ke sini. Tapi tentunya kalau bisa harus diketahui oleh yang punya wilayah, dalam hal ini RT dan RW," ujar Encun. Ia juga mengimbau kepada pendatang baru agar memiliki kemampuan atau skil apabila hendak mencari kerja di Kabupaten Bekasi dan tinggal sementara waktu di Cibitung. Kabupaten Bekasi sendiri saat ini memiliki UMK Rp4.791.843, atau tertinggi kedua se-Indonesia. Sedangkan nomor satu ditempati Kota Bekasi dengan besaran UMK Rp4.816.921. Diketahui, ada banyak label menakutkan yang disematkan pada daerah-daerah penyokong DKI Jakarta seperti Bekasi dan Karawang. Namun daerah ini tak pernah sepi perantau. Betapa tidak, label nikmatnya Bekasi juga tak kalah kencang. Iming -iming gaji besar, ingar bingar kehidupan kota sampai akses serba mudah. Sejarawan JJ Rizal menyebut, tradisi merantau ke Jakarta sudah berlangsung sejak masa Hindia Belanda. Semakin meningkat ketika awal abad ke-20. "Terutama pas kota-kota besar muncul dan industrialisasi meningkat," kata Rizal. Rizal menjelaskan, sejak zaman Belanda di Indonesia, pembangunan terpusat di kota-kota, terutama di Batavia (Jakarta). Oleh sebab itu, aktivitas ekonomi pun juga ikut terpusat. Di sisi lain, pembangunan yang sentralistik juga menyebabkan adanya anggapan mengenai desa-desa tertinggal. Akibatnya, banyak orang berpikir, jika ingin maju, harus pergi ke ibu kota. "Karena model pembangunan yang sentralistik itulah desa tidak menjadi ruang uang, tapi juga menjadi sesuatu yang sifatnya ketinggalan. Jadi, kalau mau maju ya pergi ke kota," jelas Rizal. (bbs/mhs)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: